Tanggal 8 maret adalah perayaan hari perempuan sedunia. Tahun 2012 ini International Women's Day (IWD) mengambil tema 'Connecting girls, inspiring futures'. Sedangkan PBB mengambil tema 'Empoer Rural Women-End Hunger and Poverty'.
Berdasarkan kenyataan bahwa, tidak mungkin mencitakan perdamaian, keamanan dan kemajuan sosial jika masih ada hak-hak manusia yang di langgar. Singkatnya, jika mayoritas perempuan masih ditimpangkan, maka IWD harus terus di peringati.
Pada satu sisi, hubungan gender menjadi satu persoalan tersendiri, padahal secara fakta persoalan emansipasi kaum perempuan masih belum mendapat tempat yang sepenuhnya bisa di terima.
Secara konsep, emansipasi telah diterima, akan tetapi konsekuensi dari pelaksanaan emansipasi itu sendiri masi belumlah seideal yang di harapkan. Kaum perempuan diberi kebebasan untuk memperoleh pendidikan dan kesempatan untuk bekerja tetapi mereka tetap saja di ikat dengan norma-norma patriarkhi yang realtif menghambat dan memberi kondisi yang dilematis terhadap posisi perempuan.
Pemberdayaan perempuan di desa-desa memang terikan dengan kelapan dan kemiskinan. Rendahnya pengeluaran keluarga akan berdampak pada rendahnya partisipasi penduduk perempuan terhadap pendidikan. Asumsi kunonya, 'perempuan disekolahkan tinggi-tinggi ujungnya toh juga berakhir di rumah dan dapur'. Oleh karena itu yang lebih diutamakan adalah pendidikan anak laki-laki.
Belum lagi sejak 1998 upah buruh perempuan di desa menurun dari tahun ke tahun. Kecenderungan penurunan terjadi hampir di semua provinsi. Kondisi itu di duga terkait dengan krisis ekonomi yang terjadi sejak 1997 yang menyebabkan banyaknya pemutusan hubungan kerja yang lebih banyak terjadi pada perkerja perempuan.
Di sisi lain, kaun perempuan di perbolehkan berkerja dengan cacaran harnya sebagai penambah pencari nafkah keluarga sehingga mereka berkerja harnya di anggap sebagai "working for lipstick" belum lagi kewajiban utama mengasuh anak di bebankan sepenuhnya kepada perempuan.
Secara kenyataan saja, emansipasi masih menemukan persoalan tersendiri, apalagi gender yang merupakan konsepsi yang sangat mengharapkan kesetaraan hubungan yang serasi dan harmonis antara kaum perempuan dan kaun pria.
Entah apa yang terjadi, ketimpangan masih saja terjadi, padahal bumi adalah simbol "Ibu". Yang melahirkan, menyusui, dan yang membesarkan penghuninya. Masih layakkah kita menyebut bumi sebagai Ibu? Ketika penghuninya masih memandang perempuan dengan sebelah mata.
No comments:
Post a Comment